Tujuan RJ memulihkan keadaan semula yang bentuknya 6 jenis antara lain permaafan dari korban dan/atau keluarganya, pengembalian barang yang diperoleh dari tindak pidana kepada Korban, dan mengganti kerugian Korban.
Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang dibahas panitia kerja (Panja) Komisi III DPR dengan pemerintah menyetujui pengaturan keadilan restoratif atau restorative justice (RJ). Namun seperti apa saja bentuk pemulihan bagi korban melalui keadilan restoratif?.
Wakil Menteri Hukum, Profesor Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan pengaturan RJ ada di Pasal 74 RUU KUHAP. Mengatur antara lain tujuan RJ untuk memulihkan keadaan semula yang bentuknya 6 jenis. Pertama, permaafan dari Korban dan/atau Keluarganya. Kedua, pengembalian barang yang diperoleh dari tindak pidana kepada Korban.
Ketiga, mengganti kerugian Korban. Keempat, mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana. Kelima, memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana. Keenam, memberikan restitusi dan/atau kompensasi. Pemulihan keadaan semula itu diikuti dengan pencabutan laporan atau pengaduan. Mekanisme RJ dilaksanakan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan.
Mekanisme RJ dapat dikenakan terhadap tindak pidana yang memenuhi syarat antara lain tindak pidana yang diancam dengan pidana denda paling banyak kategori III atau penjara paling lama 5 tahun. Tindak pidana yang pertama kali dilakukan, tindak pidana yang dilakukan karena kealpaan dan bukan pengulangan tindak pidana.
Diatur juga tindak pidana yang dikecualikan untuk RJ seperti tindak pidana kekerasan seksual. Dalam daftar inventarisasi masalah (RIM) RUU KUHAP pemerintah mengusulkan RJ dikecualikan untuk tindak pidana kekerasan yang memuat relasi kuasa antara pelaku dan korban.
Prof Eddy, begitu biasa disapa mengatakan pengecualian untuk kasus kekerasan yang memuat relasi kuasa ini sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Hukum Pidana (KUHP) Nasional.
“Dalam KUHP Nasional ada pemberatan, misalnya perintah atasan kepada bawahan,” urainya dalam rapat dengan panja RUU KUHAP, Kamis (10/07/2025).
Sayangnya, ketentuan yang sebelumnya masuk dalam Pasal 77 huruf j ini dikritik Panja RUU KUHAP. Ketua panja sekaligus Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, mengatakan sekalipun ada relasi kuasa, penyelesaiannya bisa menggunakan RJ dengan memenuhi syarat yang ada. Tanpa RJ hukumannya bisa jadi lebih berat.
“Kalau tidak ada RJ lebih berat ancaman hukumannya,” urainya.
Akhirnya dalam rapat panja itu disepakati Pasal 77 huruf j dihapus. Substansi baru RJ yang diatur dalam RUU KUHAP juga mencakup Pasal 83A berbunyi Dalam hal mekanisme keadilan restoratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 tidak dapat dilakukan, penerapan keadilan restoratif dilakukan melalui putusan pengadilan dan pelaksanaan putusan pengadilan. Pasal 83B menyebut ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme keadilan restoratif diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Kompensasi
Lebih lanjut soal kompensasi Prof Eddy mengatakan korban berhak mendapat kompensasi. Kompensasi yang dimaksud mencakup 3 hal. Pertama, ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan. Kedua, ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana. Ketiga, penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis.
“Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh negara dalam hal pelaku tindak pidana tidak dapat membayar restitusi,” paparnya.
Penyidik, penuntut umum, dan hakim wajib memberitahukan hak atas kompensasi kepada korban dan lembaga yang tugas dan fungsinya memberikan perlindungan kepada Saksi dan Korban. Kompensasi dapat dititipkan terlebih dahulu di kepaniteraan pengadilan negeri tempat perkara diperiksa.
Menurut Prof Eddy besaran kompensasi dikoordinasikan dengan LPSK. Konsep kompensasi ini diadopsi dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Prof Eddy mengatakan kemungkinan pelaku tidak bisa membayar restitusi kepada korban karena tidak mampu atau tak ada harta yang bisa disita.
Negara harus memberikan kompensasi dan perlindungan melalui pemerintah cq Kementerian Keuangan. Selaras itu dalam RUU KUHAP juga diatur tentang Dana Abadi yang fungsinya antara lain membayar kompensasi. Pengertian restitusi dalam RUU KUHAP juga akan diberi penjelasan lebih lanjut.