Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang Pengucapan Putusan/Ketetapan untuk perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) Tahun 2024 dari Kota Palopo pada Rabu (02/07).
Sidang dengan agenda Pengucapan Putusan/Ketetapan ini akan dilaksanakan mulai pukul 14.00 WIB di Ruang Siang Panel 2, Lantai 2 Gedung 1 MK. Permohonan yang teregistrasi perkara yakni Perkara Nomor 326/PHPU.WAKO-XXIII/2025 Kota Palopo
Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palopo Nomor Urut 3, Rahmat Masri Bandaso–Andi Tenri Karta, mendalilkan bahwa calon pengganti dalam PSU Pilkada Palopo, Naili, menggunakan dokumen persyaratan yang tidak sah. Salah satunya adalah dokumen SPT Pajak Penghasilan Tahun 2024 bertanggal 25 Februari 2024 yang diunggah ke Aplikasi Silon. Namun, hasil penelusuran Bawaslu Kota Palopo ke KPU dan KPP Pratama Jakarta Tanjung Priok menunjukkan bahwa dokumen tersebut tidak sesuai karena SPT resmi atas nama Naili tercatat bertanggal 6 Maret 2024.
Hal ini menimbulkan dugaan pelanggaran administrasi pemilihan. Sesuai ketentuan UU Pilkada, calon kepala daerah wajib menyampaikan dokumen pajak yang sah, termasuk NPWP, tanda terima SPT lima tahun terakhir, dan surat keterangan tidak memiliki tunggakan pajak.
Penggunaan dokumen palsu dalam pencalonan dapat dikenai pidana penjara minimal 36 bulan dan maksimal 72 bulan, serta denda Rp36 juta hingga Rp72 juta. Karena itu, Pemohon menilai pasangan Naili–Akhmad Syarifuddin tidak memenuhi syarat pencalonan dan seharusnya tidak ditetapkan sebagai peserta pemilu.
Dalam hasil pasca putusan MK, KPU Palopo menetapkan Paslon 4 (Naili–Akhmad Syarifuddin) memperoleh 47.349 suara, tertinggi dari empat pasangan calon. PSU dilakukan setelah MK mendiskualifikasi Trisal Tahir melalui Putusan Nomor 168/PHPU.WAKO-XXIII/2025. Namun, Pemohon menduga verifikasi terhadap Naili sebagai calon pengganti tidak dilakukan secara menyeluruh. KPU Palopo menyatakan verifikasi hanya dilakukan terhadap Naili sebagai calon wali kota, bukan terhadap Akhmad Syarifuddin sebagai calon wakil,
karena telah diverifikasi sebelumnya. Bagi Pemohon, hal ini menimbulkan ketidakadilan.
Adapun dalam sidang sebelumnya, agenda sidang mendengarkan jawaban Pihak Terkait (04/07), Akhmad Syarifuddin, dalam persidangan di Mahkamah pada Jumat (4/7/2025), menyatakan bahwa vonis pidana percobaan empat bulan yang diterimanya pada 2018 tidak termasuk dalam kategori yang mewajibkan pengumuman status mantan terpidana sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada.
Berdasarkan pemaknaan tersebut, ia memilih untuk mengajukan surat keterangan tidak pernah dipidana dari pengadilan negeri, alih-alih melaporkan dirinya sebagai mantan terpidana dalam proses pencalonan. Ia beranggapan bahwa hukumannya tidak memenuhi kriteria pidana lima tahun atau lebih sebagaimana disyaratkan, sehingga mengisi persyaratan calon sesuai dengan keyakinan hukumnya